You need to enable javaScript to run this app.

Mahmud bin Sabaktakin Menghancurkan Berhala Keramat

  • Kamis, 25 Januari 2024
  • Admin
  • 0 komentar

Pada masa kekhalifahan Umar bin Khtaththab radhiallahu ‘anhu, Islam masuk Palestina, Syiria, dan sebagian besar wilayah Persia dan Mesir. Namun ketika itu tauhid yang murni belum tersebar merata. Di sebagian wilayah keislaman penduduknya masih terkotori dengan kesyirikan. Sebagai contoh, masih ada kaum muslimin yang mengagungkan kuburan pahlawan pejuang Islam.

Jika sebelum memeluk agama Islam mereka mengagungkan patung, berhala, pohon besar, dan batu, setelah memeluk Islam mereka mengagungkan orang yang dikultuskan. Jika orang tersebut meninggal, maka mereka bertabaruk (ngalap berkah) kepada peninggalannya, tempat wudhunya, tempat shalatnya, atau kuburannya.

Sampai sekarang kita masih mendapati kesalahan kaum muslimin terhadap kuburan. Memang dari sebuah kuburan dapat muncul berbagai kemaksiatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, bahkan sampai tingkat kesyirikan kepada-Nya. Meninggikan dan memperindah kuburan, membaca Alquran di kuburan, shalat di kuburan dan berdoa di sisinya, serta ritual-ritual lainnya. Kembali kita bertanya, apa bedanya meminta kepada penghuni kubur dengan beribadah kepada patung. Nas’alulloh al-afiyah.

Ada sebuah kisah shahih yang perlu kita ketahui. Kisah ini berhubungan dengan upaya penguasa menghilangkan kesyirikan. Kisah berikut adalah bukti nyata lemahnya tipu daya setan dan kemenangan bagi ahli tauhid. Semoga dapat menjadi ibrah bagi orang-orang yang merenunginya. Allahul-musta’an.
Kisah tersebut adalah sebagai berikut:

Ketika itu Mahmud bin Sabaktakin memasuki India. Beliau adalah seorang pemimpin. Di negeri ini terdapat patung yang dikenal dengan sebutan Suminat. Patung ini selalu dikunjungi manusia dari berbagai penjuru layaknya Ka’bah. Bahkan mereka datang dengan jumlah yang lebih besar. Mereka memberikan nafaqoh dan harta yang sangat banyak.

Penduduk dari seribu desa dan kota-kota besar wajib memberikan wakaf kepada berhala tersebut hingga perbendaharaan berhala penuh dengan harta yang melimpah.

Berhala tersebut dijaga oleh seribu pelayan, tiga ratus tukang cukur, dan tiga ratus orang yang selalu berdendang di sisi pintu tatkala gendang ditabuh dan terompet ditiup. Beribu-ribu pengunjung dan warga seetmpat dapat makan dari harta yang diwakafkan kepada berhala. Penduduk dari negeri jauh pun berkunjung ke tempat itu sekalipun harus melewati padang pasir yang luas.

Tatkala berita tersebut didengar oleh Raja Mahmud, beliau beristikhoroh. Akhirnya disiapkanlah segelar pasukan guna menghancurkan berhala besar tersebut. Beliau akan menumpas habis kesyirikan.

Banyak yang menyebutkan bahwa para pemuja patung akan menyuap Raja Mahmud dengan harta yang sangat banyak agar beliau membatalkan rencana. Sebagian amir kerajaannya pun memberi isyarat agar beliau menerima hadiah tersebut dan membatalkan rencananya.

Beliau pun beristikhoroh memohon petunjuk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Ketika Subuh, ia kembali berpikir: “Kelak pada hari kiamat aku lebih senang untuk dipanggil;, ‘Di mana Mahmud, orang yang telah menghancurkan patung’, dari pada dikatakan kepadaku: “Di mana Mahmud yang telah mengurungkan niat menghancurkan patung hanya karena ingin mendapat sebagian dari harta dunia’.” Akhirnya beliau pun tetap bertekad kuat untuk menghancurkan berhala tersebut.

Maka beliau mengumpulkan pasukannya hingga terkumpul tiga puluh prajurit pilihan. Jumlah tersebut tidak termasuk sukarelawan. Akhirnya dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala pasukan besar tersebut berangkat. Setibanya di sana mereka turun di pelataran yang luasnya seperti sebuah kota besar pasukan itu pun menyerang, dalam waktu yang relatif singkat lima puluh ribu musuh dikalahkan dan patung besar itu digulingkan dan dibakar.

Beliau mendapati di atas dan di sekeliling patung besar tersebut mutiara, berlian, emas, perak dan permata yang sangat mahal dan jumlahnya berlipat-lipat dari harta yang sebelumnya ditawarkan. Kita mohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala pahala di akhirat yang berlipat-lipat untuknya atas segala yang telah didapatkkan dari pujian dan sanjungan manusia ketika di dunia. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merohmati beliau dan memuliakan tempatnya di akhirat kelak.

TAKHRIJ

Kisah di atas disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Bidayah wan Nihayah 12:28

Pelajaran

Mahmud bin Sabaktakin al-Ghoznawi beliau adalah Abul Qosim Mahmud bin Nasir ad-Daulah Sabaktakin at-Turki salah satu pemimpin besar Islam yang berkuasa pada tahun 389 H. Ayahnya seorang pemimpin di Ghoznah. Seetlah sang ayah meninggal, kepemimpinan digantikan oleh anaknya (Ismail) dan selanjutnya digantikan oleh Mahmud.

Beliau diutus oleh Khalifah Abbasiyah al-Qodir Billah untuk melakukan invasi ke beberapa daerah sampai ke daerah Khurasan dan kekuasaannya melebar hingga ke ujung negara india dan Naisabur. Beliau adalah keturunan Turki asli, fasih, bersemangat tinggi, pintar, dan berani. Beliau berhasil menghancurkan negeri-negeri kafir di India yang tidak pernah dicapai oleh orang-orang sebelum dan sesudahnya.

Beliau membenci kemaksiatan dan para pelakunya. Beliau mencintai ulama dan orang shalih. Beliau dijuluki dengan Saifud-Daulah. Tatkala menjadi pemimpin menggantikan ayahnya, maka al-Qodir Billah menjuluki beliau dengan Yaminu ad-Daulah wa Aminul-Millah. Beliau wafat di Ghoznah pada tahun 421-422 H pada umur 63 tahun dan memerintah selama 33 tahun. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merohmatinya dan memuliakan tempatnya di akhirat kelak. (lihat Majmu Fatawa wa Rosail lil Ustaimin, 4:96 dan Fatawa Syabkah Islamiyyah, 45131)

Syaikhul Islam berkata, “Tatkala kerajaan Mahmud bin Sabaktakin menjadi kerajaan terbaik dari keturunannya, maka Islam dan sunah di kerajaannya menajdi mulia. Beliau memerangi orang-orang musyrik di India dan menebarkan keadilan yang tidak ditebarkan oleh raja-raja yang lain. Pada masa beliau, sunah nampak di permukaan dan kebid’ahan diberantas.” (Majmu Fatawa, 4:22)

Beliau adalah seorang yang beraqidah Ahlus Sunah wal Jamaah dan membantah pemahaman filsafat yang menyatakan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala itu tidak di atas tidak di bawah, tidak di kanan tidak di kiri, tidak di depan tidak di belakang, tidak di dalam alam atau tidak di luar alam. Maka beliau membantah keyakinan kufur tersebut dengan perkataan beliau yang sangat bagus:

“Kalau begitu bedakanlah antara Robb yang engkau tetapkan itu dengan sesuatu yang tidak ada.” (Risalah Tadmuriyah, Hal.41. Lihat pula Muhatshor al-Uluw, 1:52)

Melalui tangan beliau, Allah Subhanahu wa Ta’ala menghancurkan berhala besar yang menjadi sumber berbagai bentuk kemaksiatan. Ini berarti beliau telah melaksanakan yang telah diwasiatkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada sahabat Ali radhiallahu ‘anhu sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Muslim (2239) dalam kitab Shahihnya:

Dari Abu Hayyaz al-Asadi berkata bahwa Ali bin Abi Tholib radhiallahu ‘anhu berkata kepadaku, “Maukah engkau saya utus seperti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutusku? Jangan tinggalkan patung kecuali engkau menghancurkannya dan kuburan yang ditinggikan kecuali engkau ratakan.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sudah memperingatkan agar kuburnya jangan dijadikan sebagai tempat ibadah seperti masjid dan tempat-tempat menyembah Allah Subhanahu wa Ta’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berdoa:

“Ya Allah janganlah Engkau jadikan kuburku berhala yang disembah, semoga Allah melaknat suatu kaum yang menjadikan kubur Nabi-nabi mereka sebagai masjid.” (HR. Ahmad 7352)
Mutiara Kisah

Kejadian masa lalu adalah pelajaran bagi manusia setelahnya. Beberapa faedah penting yang perlu dicatat adalah sebagai berikut:

Disyariatkan bagi seseorang tatkala bimbang dalam menentukan pilihan, hendaknya shalat istikhoroh. Begitulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan dan hal itu merupakan kebiasaan orang-orang shalih setelahnya.
Siapa saja yang meninggalkan suatu keharaman karena Allah Subhanahu wa Ta’ala, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan memberinya pahala dan memberi ganti dengan yang lebih baik. Lihatlah apa yang terjadi pada diri Raja Mahmud, tatkala dia menolak suap berupa harta yang berlimpah, pada akhirnya Allah Subhanahu wa Ta’ala justru memberinya harta yang jumlahnya jauh lebih banyak dari harta suap yang akan diberikan kepadanya.
Sebuah negeri apabila dipimpin oleh seorang yang shalih, maka akan mendatangkan kebaikan bagi seluruh rakyatnya, dan sebaliknya apabila pemimpinnya adalah seorang yang zhalim, maka kekacauan dan kekejaman akan senantiasa menghantui rakyatnya. Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Seandainya aku memiliki doa yang mustajabah, maka akan aku peruntukkan kepada pemimpin, karena apabila ia baik maka kebaikannya akan merata bagi negara dan rakyat.” (Syarh I’tiqod Ahlis Sunah, 1:172)
Pemimpin (pemerintah dan aparat terkait) wajib berupaya mewujudkan negeri yang aman dan memberantas tempat-tempat maksiat. Apabila waliyul amri dan para ulama bersatu untuk menghancurkan kebatilan, maka akan tercipta sebuah negeri yang damai dan bertauhid kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sungguh Mahmud bin Sabaktakin telah melakukan kewajibannya dan semoga ini menjadi teladan bagi para penguasa Islam setelahnya.

Ketika memetik faedah dari Perang Tho’if, al-Hafidz Ibnu Qoyyim al-Jauziyah berkata, “Di antara faedahnya adalah tidak boleh menyisakan tempat-tempat kesyirikan dan thoghut selagi ada kemampuan untuk menghancurkannya walaupun hanya sehari saja. Sebab hal itu adalah syiar kesyirikan dan kemungkaran yang paling besar, maka tidak boleh dibiarkan selagi mampu untuk menghancurkannya.” (Zadul Ma’ad, 3:443)

Sumber: Majalah Al-Furqon Edisi 11 Tahun Ke-9 1431 H/2010 M

Bagikan artikel ini:
Zaharatul ta'ati

- Kepala Sekolah -

Selamat datang di Website kami, yang ditujukan untuk seluruh unsur pimpinan, guru, karyawan dan siswa serta khalayak umum guna...

Berlangganan